Kerusakan
Kerusakan Ekosistem di Indonesia
Indonesia adalah negara yang
terdiri dari pulau-pulau, dan dikelilingi oleh lautan. Beberapa pulau dan
lautan itu memiliki ekosistem, namun kini muncul banyak berita tentang rusaknya
ekosistem ekosistem di indonesia, yang terdiri dari ekosistem :
A.
Ekosistem Darat
Hutan menjadi sumber kehidupan tapi hutan sekarang banyak mengalami kerusakan akibat ulah
manusia. Salah satu dampak dari kerusakan hutan adalah banjir, banjir
dimana-mana akibat meluapnya volume air disungai. Tidak ada lagi yang dapat
menyerap air hujan karena banyak pohon ditebang liar, selain karena banjir
akibat hujan, ada dampak lain yaitu jika musim kemarau datang, akan mengalami
kesulitan air karena sungai kering dan tidak ada persediaan air yang seharusnya
ada dan disimpan didalam batang dan akar pohon.
Kerusakan hutan juga
dapat berdampak pada flora dan fauna yang ada dihutan tersebut. Akan
menyebabkan kelangkaan flora dan fauna yang dampaknya akan merugikan generasi
penerus yang tidak bisa melihat flora dan fauna tersebut.
Bentuk Kerusakan Lingkungan Hutan-hutan di
Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis,ciri khas dari hutan ini
mempunyai mekanisme “siklus hara tertutup”.Penampilan hutan hujan tropis yang
begitu megah sebenarnya hanya tampakan luarnya saja, namun tanah-tanah di
daerah ini adalah miskin hara.Sebagian besar unsur hara terkandung di dalam
vegetasi yaitu pohon-pohon yang hidup di areal tersebut. Lebih dari 70 % unsur
hara itu berada di dalam tegakan hutan sedangkan hanya kira-kira 30 % yang
berada di dalam tanah. Selain dari kondisi alam yang menyebabkan rentannya
hutan terhadap kerusakan, Indonesia tergolong dalam negara berkembang yang
mempunyai angka kemiskinan yang cukup besar.Masyarakat miskin yang berjumlah
sekitar 30 juta jiwa banyak menggantungkan hidupnya kepada alam terutama
masyarakat miskin yang hidup di daerah sekitar hutan.Hutan menjadi sasaran
eksploitasi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup.Mereka terpaksa merambah
hutan untuk mencari makanan dan meningkatkan pendapatannya. beberapa faktor-faktor
yang dianggap sebagai penyebab kerusakan hutan:
v
Kerusakan
hutan akibat ulah manusia (human destructions)
1.
Illegal logging (Penebangan liar).
Penebangan liar bukan saja dilakukan oleh
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sebagai tindakan ekonomi untuk
meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan keluarga.Kegiatan ini juga
dilakukan oleh para pengusaha,bahkan pengusaha yang mendapat ijin HPH/IUPHHK
juga melakukan penebangan liar di luar areal yang telah ditentukan. Penebangan
liar yang terjadi dilakukan pada lahan hutan produksi,hutan lindung, sampai ke
dalam kawasan konservasi termasuk di dalamnya kawasan Taman Nasional,Suaka
Margasatwa,dan Suaka alam pun ikut ditebang.
2.
Pembakaran hutan yang
disengaja.
Masyarakat membuka lahan dengan cara membakar,
bila kebakaran ini tidak terkendali dapat meluas dan menyebabkan kebakaran
hutan yang lebih besar.Dengan cara membakar dianggap pembukaan dan pembersihan
lahan lebih mudah dan murah.
3.
Perambahan hutan.
Perambahan hutan oleh masyarakat untuk membuka
lahan pertanian dan perkebunan dengan membabat dan menebang pohon merusak
kondisi hutan alam. Masyarakat mengambil hasil untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dari hutan dengan cara merusak. Ada juga perambahan hutan dilakukan
karena diperalat oleh para “cukong” untuk mengincar kayu dan membuka lahan
kelapa sawit.
4. Pertambangan.
Usaha pertambangan yang dilakukan berbentuk
pertambangan tertutup dan pertambangan terbuka. Pertambangan terbuka adalah
pertambangan yang dilakukan di atas permukaan tanah. Bentuk Pertambangan ini
dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga
dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya.
v Kerusakan hutan akibat alam (natural disasters).
1. Kebakaran hutan Kebakaran hutan merupakan
penyebab kerusakan hutan yang setiap tahun terjadi di Indonesia, bila musim
kemarau berkepanjangan pada suatu daerah. Indonesia ditunding sebagai negara
pengekspor asap kebakaran hutan ke negara-negara tetangga. Selain dapat
memusnahkan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan fauna di sekitarnya, kebakaran hutan
menghasilkan asap yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan
keselamatan penerbangan.
2. Letusan Gunung Berapi. Bencana alam gunung
meletus merupakan suatu daya alam yang dapat merusak hutan dan habitat satwa
liar bahkan memusnakan kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Gunung meletus
adalah gejala vulkanis yaitu peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma
dari dalam perut bumi. Magma adalah campuran batu-batuan dalam keadaan cair,
liat serta sangat panas yang berada dalam perut bumi. Aktifitas magma
disebabkan oleh tingginya suhu magma dan banyaknya gas yang terkandung di
dalamnya sehingga dapat terjadi retakan-retakan dan pergeseran lempeng kulit
bumi.
3. Naiknya air permukaan laut dan tsunami
Permukaan air laut yang naik termasuk didalamnya bencana tsunami dapat
mengakibatkan kerusakan hutan. Hutan-hutan di bagian pesisir menjadi rusak
karena aktivitas alam ini. Walaupun hutan-hutan di pesisir dianggap suatu cara
untuk mengurangi dampak kerusakan dari tsunami tetapi hutan tersebut juga ikut
terkena dampaknya.
Dampak
Kerusakan Hutan
Dampak
Kerusakan Hutan Kerugian dari kegiatan pengrusakan hutan mengakibatkan nyamuk
berkembang sehingga angka korban yang terjangkit penyakit malaria
melonjak,sebagaimana dikutip oleh peneliti Sarah Olson dari Universitas
Wisconsin,Amerika Serikat dalam laporan penelitiannya di jurnal Emerging
Infectious Diseases (2010).Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.Perusakan
hutan juga membuat kasus malaria meningkat,berdasarkan data Kementerian
Kesehatan Indonesia yang mengungkapkan,penyakit malaria di Indonesia masih
merupakan penyakit menular dengan prevalensi terbesar, yakni 2,85. Kerusakan
hutan juga menyebabkan rusaknya Daerah Tangkapan Air (DTA), berakibat kurangnya
debit air dan berujung pada krisis air. Menurut Kasdi Subagyono dari Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Departemen Pertanian Bogor, Indonesia
menduduki urutan ke 5 diantara negara-negara kaya air setelah Brazil, Rusia,
China dan Kanada.Hal ini tercermin dari potensi ketersediaan air
permukaan,terutama dari sungai, yang menurut catatan Departemen Pekerjaan Umum
rata-rata 15.500 meter kubik perkapita pertahun, jauh melebihi rata-rata dunia
yang hanya 600 meter kubik perkapita pertahun. Seperti halnya di Jawa Barat
yang mengalami krisis air. Sebagai contoh, Waduk Ir. H. Juanda, Jatiluhur (Purwakarta)
yang airnya berasal dari sungai Citarum yang seharusnya bisa mengairi sawah
seluas 242.000 ha, pada tahun 2007 kemampuannya menurun karena rusaknya daerah
tangkapan air (DTA). Menurut para ahli, daerah aliran sungai (DAS) Citarum yang
luasnya 600.000 ha idealnya ditopang oleh 300.000 ha hutan yang fungsinya
sebagai DTA. Fakta tersebut mendekati apa yang dilaporankan oleh Forum Air
Dunia II (world Water Forum) di Den Haag pada Maret 2000 yang memprediksi,
bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada
tahun 2025. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian
besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana,
baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.Selain itu, Indonesia juga
akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan
bangsa Indonesia.
v Cara penanggulangannya
Cara
Mengatasi Kerusakan Hutan Keberadaan hutan sangat penting.Hutan merupakan
tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Hutan juga merupakan
penyeimbang alam dan paru-paru dunia.Saat ini jumlah hutan di dunia semakin
berkurang.Manusia terus mengambil sumber daya yang ada dalam hutan. Bila hal
ini dibiarkan terus maka hutan di dunia akan habis. Apa yang akan terjadi bila
hutan habis? Bumi akan semakin panas dan tidak akan seimbang lagi. Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian hutan. Beberapa
kawasan hutan ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung, cagar alam dan suaka
margasatwa.Cara lain untuk melestarikan hutan seperti berikut ini:
a. Tebang pilih Tebang pilih dilakukan dengan memilih
tanaman yang akan ditebang. Dipilih yang sudah tua.Penebangannya juga harus
diberi jarak. Tidak satu lokasi ditebang semua.
b. Tebang tanam Tebang tanam artinya setelah dilakukan
penebangan pohon di hutan selalu diiringi dengan penanaman pohon baru.Dengan
demikian kelestarian hutan tetap terjaga.
c. Mencegah penebangan liar Penebangan liar sering
dikenal dengan istilah illegal logging.Saat ini kasus penebangan liar semakin
parah.Hutan-hutan di negara kita semakin menyempit.Untuk itu pengawasan harus
dilakukan secara ketat.
d. Melakukan penghijauan Penghijauan atau reboisasi
merupakan upaya penanaman kembali hutan yang sudah gundul. Luas lahan kritis
diperkirakan meningkat rata-rata 400.000 ha/tahun jika tidak ada upaya
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang memadai. Peningkatan luas lahan
kritis terutama disebabkan oleh pengelolaan yang tidak benar,antara lain
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak disertai
dengan usaha konservasi tanah dan air.Lahan kritis adalah lahan yang tidak
produktif,lahan ini bersifat tandus, gundul,tidak dapat digunakan untuk usaha
pertanian,karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Sistem yang digunakan
dalam melakukan rehabilitasi lahan kritis adalah dengan agroforestry yang mana
partisipasi aktif masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga diharapkan masyarakat
dapat menjaga kawasan hutan yang ada dan pendapatannya masyarakat juga
meningkat.Metode agrofoerstry untuk untuk memulihkan lahan sudah berkembang di
berbagai lokasi dan negara, Agroforestry adalah suatu metode penggunaan lahan
secara oftimal,yang mengkombinasikan sitem-sistem produksi biologis yang
berotasi pendek dan panjang (suatu kombinasi kombinasi produksi kehutanan dan
produksi biologis lainnya) dengan suatu cara berdasarkan azas
kelestarian,secara bersamaan atau berurutan,dalam kawasan hutan atau
diluarnya,dengan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
• Cara Mencegah Kerusakan Hutan Penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,kawasan hutan
dan lingkungannya,agar fungsi lindung,fungsi konservasi,dan fungsi
produksi,tercapai secara optimal dan lestari.Ada 3 (tiga) bentuk perlindungan
terhadap hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan yaitu: (1) perlindungan tanah hutan, (2) perlindungan hasil
hutan,dan (3) perlindungan hasil hutan,terutama yang terkait dengan pemanfaatan
hutan dan pemungutan hasil hutan. Berikut beberapa kegiatan perlindungan hutan
yang bisa diterapkan langsung di lapangan:
A. Perlindungan Hutan Secara Preemtif Upaya
preemtif adalah kegiatan dalam upaya penciptaan kondisi yang kondusif dengan
tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan.
B. Perlindungan Hutan Secara Preventif Kegiatan
Preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya
gangguan keamanan kawasan dan hasil hutan.
C. Pengamanan Hutan Secara Represif Adalah
kegiatan penindakan dalam rangka penegakan hukum di mana situasi dan kondisi
gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan cenderung terus berlangsung
atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan penindakan terhadap pelakunya.
D. Pengendalian Penggembalaan Liar Pengendalian
penggembalaan di hutan ditekankan pada pencegahannya dengan memberikan jalan
keluar.Seperti contoh,Ada larangan masuknya ternak ke dalam hutan hanya sewaktu
tanaman masih muda,dan apabila tajuk pohon sudah tidak dapat dicapai ternak
maka penggembalaan ke dalam hutan diperbolehkan lagi.
E. Perlindungan Hutan dari Hama dan Penyakit
Upaya perlindungan hutan dari hama serangga atau parasit yang bisa merusak
ekosistem yang ada di hutan ataupun jenis tumbuhan yang ada disana.
F. Perlindungan Hutan dari Kebakaran Upaya-upaya
dalam rangka mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh
pembakaran liar dan meningkatnya suhu secara drastis (global warming).
Menurut saya cara
penanggulangan atau pemulihan hutan dengan cara reboisasi, penanaman kembali
hutan yang gundul. Selain itu pemerintah juga harus ikut berpartisipasi, harus
ada sanksi yang memberatkan para penebang liar. Serta butuh kesadaran
masing-masing individu untuk melestarikan hutan dan lingkungannya. Supaya anak
cucu kita nanti bisa menikmati keindahan bumi yang kita cintai ini.
5.
Kesimpulan
jadi hal yang membuat hutan rusak
itu adalah diri kita sendiri yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan tidak
mempunyai rasa kecintaaan pada alam. Kita sebaiknya sadar akan pentingnya hutan
untuk kehidupan. Reboisasi adalah salah satu cara untuk pemulihan hutan yang
rusak. Serta kesadaran pada diri kita masing-masing untuk menjaga hutan dan
lingkungan.
B.
Ekosistem Laut
Indonesia sebagai negara
kepulauan mempunyai laut yang luas, dengan potensi sumberdaya alam yang besar
di dalamnya. Ekosistem Laut merupakan ekosistem yang letaknya di laut maupun
pesisir pantai. Ekosistem laut dibedakan menjadi ekosistem laut dalam
dan ekosistem laut dangkal.
1)
Ekosistem Laut Dalam
Bila kita
melihat laut yang warnanya biru tua, tentu kita mengetahuinya sebagai laut yang
sangat dalam. Laut yang dalam sangat gelap tidak ada cahaya matahari. Cahaya
matahari hanya dapat menembus air laut hingga kedalaman 20-30 meter. Lebih
dalam dari itu cahaya matahari tidak dapat menembusnya. Di laut dalam cahaya
matahari tidak dapat menembus atau tidak sampai ke dasar laut. Daerah ini
disebut daerah afotik.
ini berarti
bahwa di laut tidak terjadi fotosintesis. Kadar oksigennya juga rendah. Di
daerah demikian itu tidak terdapat produser yang fotoautotrof. Yang terdapat hanyalah
organisme heterotrof yang mengandalkan jatuhnya sisa-sisa organik dari lapisan
diatasnya. Jadi, di laut dalam terdapat detritivor dan scavanger.
Keanekaragaman hayatinya rendah. Jika tidak ada arus laut yang “mengaduk”, daur
mater di dalam laut dalam merupakan daur yang terputus. Semua makanan yang
masuk ke laut dalam akhirnya diurai dan diendapkan di dasar laut, jadi, dilaut
dalam terdapat zat-zat organik yang lebih kaya dibandingkan dengan di laut
dangkal.
2)
Ekosistem Laut Dangkal
Sedangkan
di pesisir pantai kita dapat menikmati keindahan alam yang ada, serta dapat
berrekreasi dengan wisata pantai, seperti berenang, berperahu, memancing dan
aktivitas lainnya. Daerah ini merupakan daerah laut yang dangkal, banyak
aktivitas di dalamnya. Laut dangkal merupakan daerah fotik, yang
berarti daerah yang dapat dicapai oleh cahaya matahari. Di daerah ini
berlangsung proses fotosintesis. Produser yang berperan adalah fitoplankton dan
gangang laut mikroskopis. Kadar oksigen di daerah ini lebih tinggi dari pada di
daerah afotik di laut dalam. Oleh sebab itu, daerah yang demikian memiliki
keanekaragaman hayati tinggi. Contoh ekosistem laut dangkal adalah ekosistem
terumbu karang, ekosistem pantai batu, dan ekosistem pantai lumpur.
Kerusakan laut yang saat ini
sedang mengalami krisis kerusakan, yang sedang Indonesia alami saat ini.
Bentuk-bentuk Kerusakan Laut
Berbagai macam kerusakan yang ada
di lingkungan laut, banyak yang menyebut bahwa laut kita sedang sakit. Laut
yang pernah dianggap begitu luas serta mempunyai kekayaan melimpah yang tidak
akan habis untuk selama-lamanya, ternyata mempunyai kemampuan terbatas pula.
Maka dari itu, keberadaan laut harus mendapat perhatian dari kita semua agar
sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan.
1. Kegiatan penangkapan dengan
menggunakan bahan peledak
Penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh
nelayan traditional didalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam
melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan
menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi
ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi
penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah
terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya
terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan
kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan
bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem
terumbu karang.
Penggunaan
bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu
karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter
lebarnya (Hamid, 2007). Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan
penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk
ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan meledak
umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya,
nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak didalam melakukan kegiatan
penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cendrung lebih besar dan cara yang
dilakukan untuk melakukan proses penangkapan tergolong mudah.
2. Kegiatan penangkapan dengan
menggunakan bahan beracun
Selain
penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan diderah karang, kegiatan yang
marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan
beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan
dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan
meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup memicu nelayan
untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun
sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup.
Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup kan
tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang
sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini
dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut
dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati.
Disamping
mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi
kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang
berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Indikatornya adalah karang mati
3. Kegiatan penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lain
yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap
trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang
bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada
daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api
Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebagaimana
telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang
penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat
tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat
tangkap yang sangat buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak
memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang
umumnya digunakan oleh nelayan
berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang
sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil
sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan
jaring tersebut.
Akhirnya, sesungguhnya kualitas
lingkungan laut itu sangat berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah
manusia itu dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini
seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas lingkungan laut
menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya
laut yang tidak mempertimbangkan kehidupan generasi saat ini dan akan datang
harus segera dihindari sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita
ekosistem laut yang rusak.
Cara kerjanya alat tangkap
ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat memakai pukat
harimau terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya
perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap
oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak
spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat
tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut
ataupun terbawa jarring. Jarring yang tersangkut akann menjadi patah dan
akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus
berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran
dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang
tersebut.
Kondisi Laut
Saat ini kondisi kelestarian hayati (biota) laut Indonesia
menghadapi ancaman serius. Bahkan sebagian diantaranya telah mendekati ke
punahan akibat pencemaran dan perusakan alam lingkungan laut. Berbagai upaya
pencegahan telah dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun
lembaga-lembaga internasional, namun tetap tak mampu mencegah degradasi
kualitas lingkungan perairan laut. Secara normatif “Perusakan Lingkungan”
diartikan sebagai segala tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau
tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang
mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan yang berkesinambungan.
A. Terumbu Karang dan Fungsinya
Terumbu karang atau coral reefs
merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat diperairan dangkal yang jernih,
hangat, memiliki kadar Kalsium, Karbonat tinggi dan komunitasnya didominasi
berbagai jenis hewan karang keras. Kalsim karbonat ini berupa endapan masif
yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang
mengeluarkan Kalsium.
Terumbu karang mempunyai fungsi yang amat
penting bagi kehidupan laut, yaitu sebagai berikut :
1.
Sebagai Spawning Ground. Secara alami, terumbu karang
merupakan habitat bagi bermacam spesies laut untuk melakukan pemijahan,
penelusuran, pembesaran anak, makan dan mencari makan feeding & foraging,
terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis.
2.
Sebagai pelindung pantai, dan ekosistim pesisir lain
padang lamun dan hutan mangrove dari terjangan arus kuat dan gelombang besar.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang diantaranya sebagai
berikut :
a.
Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak
perusakan habitat dan kematin massal hewan terumbu karang.
b. Pembuangan
limbah panas, meningkatnya suhu air 5-10 derajat celcius diatas suhu ambien,
dapat mematikan karang dan biota lainnya.
c. Pengundulan
hutan di lahan atas sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di
sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi
oksigan ke dalam polib.
d. Pengerukan disekitar terumbu karang
meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang.
e.
Penangkapan ikan dengan bahan peledak mematikan ikan
tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang.
Upaya-upaya
Dalam Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Dalam menanggulangi
permasalahan kerusakan terumbu karang yang ada sehingga tidak berkelanjutan dan
menyebabkan kerusakan yang berdampak lebih besar lagi, maka diperlukan solusi
yang tepat untuk menekan terjadinya hal tersebut seperti :
1.
Peningkatan kesadaran masyarakat dan nelayan akan
bahaya yang ditimbulkan dari kerusakan terumbu karang.
2. Peningkatan
pemahaman dan pengetahuan masyarakat dan nelayan tentang terumbu karang.
3. Melakukan
rehabilitasi terumbu karang.
4. Membuat
alternatif habitat untuk mengatasi karang sebagai habitat ikan sehingga daerah
karang alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5. Mencari
akar-akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan mencarikan solusi
yang tepat untuk mengatasinya.
6.
Melakukan penegakan hukum mengenai terumbu karang
khususnya dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan masyarakat
dan nelayan dalam mengantisipasi kerusakan terumbu karang yang semakin parah,
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.
Tidak membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat
mencemari air laut.
2. Tidak
menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh
terumbu karang.
3. Tidak
melakukan pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak
pula limbah air yang dibuang ke laut.
4. Tidak
melakukan pembangunan pemukiman di area sekitar terumbu karang.
5.
Tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara yang
salah seperti pemakaian bom ikan.
Selain itu, adapun upaya yang dilakukan yakni dengan
melibatkan masyarakat untuk bekerja sama dalam menanggulangi kerusakan
ekosistem terumbu karang. Yakni masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan
yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumber daya alam dan
sumber daya manusia di wilayah tersebut.