Selasa, 10 Maret 2015

IPA (ekosistem)



Jaring-jaring Makanan Dan Analisisnya :
contoh 1 :
RANTAI-MAKANAN
KETERANGAN :
  1. Tumbuhan menggunakan sinar matahari untuk menghasilkan makanan dalam bentuk gula, dan disimpan dalam dalam biji, batang, buah, dan bagian lainnya.
  2. Tikus sebagai konsumen tingkat I {hewan herbivora/pemakan tumbuhan} memakan tumbuhan. Kemudian tubuh tikus mengubah sejumlah makanan menjadi energi untuk lari, makan, dan bereproduksi.
  3. Ular  sebagai konsumen tingkat II {hewan karnivora/pemakan daging} memakan tikus. Tikus merupakan sumber energi untuk ular agar tetap hidup.
  4. Burung Elang sebagai konsumen III/konsumen puncak (karnivora) memakan ular. Tubuh elang menggunakan energi yang tersedia dari ular untuk melangsungkan proses kehidupan.
  5. Jika elang mati, maka akan diuraikan oleh bakteri, cacing, dan lainnya yang berperan sebagai dekomposer untuk diubah menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.









Rantai Makanan Dan Analisisnya :
contoh 1 :
hal6
Jaring-jaring makanan adalah gabungan dari rantai-rantai makanan yang berhubungan dikombinasikan atau digabung, yang tumpang tindih dalam ekosistem. Pada contoh diatas terdapat 5 rantai makanan yang bergabung menjadi suatu ekosistem yaitu menjadi sebuah jaring-jaring makanan. Rantai makanan itu diantaranya adalah :
1.  bunga->ulat->burung pipit->elang
2. sawi->ulat->burung pipit->elang
3. sawi->belalang->burung pipit->elang
4.  sawi->belalang->katak->elang
5. sawi->tikus->elang

artikel IPA



Kerusakan Kerusakan Ekosistem di Indonesia
            Indonesia adalah negara yang terdiri dari pulau-pulau, dan dikelilingi oleh lautan. Beberapa pulau dan lautan itu memiliki ekosistem, namun kini muncul banyak berita tentang rusaknya ekosistem ekosistem di indonesia, yang terdiri dari ekosistem :
A.    Ekosistem Darat
1365386324524610369
Hutan menjadi  sumber kehidupan tapi hutan sekarang  banyak mengalami kerusakan akibat ulah manusia. Salah satu dampak dari kerusakan hutan adalah banjir, banjir dimana-mana akibat meluapnya volume air disungai. Tidak ada lagi yang dapat menyerap air hujan karena banyak pohon ditebang liar, selain karena banjir akibat hujan, ada dampak lain yaitu jika musim kemarau datang, akan mengalami kesulitan air karena sungai kering dan tidak ada persediaan air yang seharusnya ada dan disimpan didalam batang dan akar pohon.
            Bila hutan masih terjaga dengan baik memiliki pohon-pohon yang rimbun, hutan dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah perakaran, kemudian melepaskannya secara perlahan melalui daerah aliran sungai. Hutan mengontrol fluktuasi debit air pada sungai sehingga pada saat musim hujan tidak meluap dan pada saat musim kemarau tidak kering. Di sini hutan berfungsi sebagai pengatur hidro-orologis bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Selain banjir dan kekeringan, masih banyak lagi dampak negatif dari kerusakan hutan. Kerusakan lingkungan hutan seperti ini merupakan kerusakan akibat ulah manusia yang menebang pohon pada daerah hulu sungai bahkan pembukaan hutan yang dikonversi dalam bentuk penggunaan lain.
Kerusakan hutan juga dapat berdampak pada flora dan fauna yang ada dihutan tersebut. Akan menyebabkan kelangkaan flora dan fauna yang dampaknya akan merugikan generasi penerus yang tidak bisa melihat flora dan fauna tersebut.

            Bentuk Kerusakan Lingkungan Hutan-hutan di Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis,ciri khas dari hutan ini mempunyai mekanisme “siklus hara tertutup”.Penampilan hutan hujan tropis yang begitu megah sebenarnya hanya tampakan luarnya saja, namun tanah-tanah di daerah ini adalah miskin hara.Sebagian besar unsur hara terkandung di dalam vegetasi yaitu pohon-pohon yang hidup di areal tersebut. Lebih dari 70 % unsur hara itu berada di dalam tegakan hutan sedangkan hanya kira-kira 30 % yang berada di dalam tanah. Selain dari kondisi alam yang menyebabkan rentannya hutan terhadap kerusakan, Indonesia tergolong dalam negara berkembang yang mempunyai angka kemiskinan yang cukup besar.Masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 30 juta jiwa banyak menggantungkan hidupnya kepada alam terutama masyarakat miskin yang hidup di daerah sekitar hutan.Hutan menjadi sasaran eksploitasi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup.Mereka terpaksa merambah hutan untuk mencari makanan dan meningkatkan pendapatannya. beberapa faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab kerusakan hutan:
v  Kerusakan hutan akibat ulah manusia (human destructions)
1.          Illegal logging (Penebangan liar).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-DrgFflTIEYpyrZSumFrwZ_EMlyACjLEmRgiz9CX4G8qs8Oe9VVhvBkhpJ-YAcYTUEwIsnYw_6Dyt2l-V1wKfBUAdXzZYuYwUx8MScyPGJm2Mx1AqTmesBYIqc01eNS1V4Mzu2bJ_p9c/s400/KERUSAKAN-HUTAN-2.jpg
Penebangan liar bukan saja dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sebagai tindakan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan keluarga.Kegiatan ini juga dilakukan oleh para pengusaha,bahkan pengusaha yang mendapat ijin HPH/IUPHHK juga melakukan penebangan liar di luar areal yang telah ditentukan. Penebangan liar yang terjadi dilakukan pada lahan hutan produksi,hutan lindung, sampai ke dalam kawasan konservasi termasuk di dalamnya kawasan Taman Nasional,Suaka Margasatwa,dan Suaka alam pun ikut ditebang.





2.     Pembakaran hutan yang disengaja.
http://img.menit.tv/oktober/images/DAERAH/hutan.jpg
Masyarakat membuka lahan dengan cara membakar, bila kebakaran ini tidak terkendali dapat meluas dan menyebabkan kebakaran hutan yang lebih besar.Dengan cara membakar dianggap pembukaan dan pembersihan lahan lebih mudah dan murah.
3.     Perambahan hutan.
http://energitoday.com/uploads/2014/06/perambahan-hutan-2.jpg
Perambahan hutan oleh masyarakat untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan dengan membabat dan menebang pohon merusak kondisi hutan alam. Masyarakat mengambil hasil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hutan dengan cara merusak. Ada juga perambahan hutan dilakukan karena diperalat oleh para “cukong” untuk mengincar kayu dan membuka lahan kelapa sawit.






4.     Pertambangan.
https://anugrahjuni.files.wordpress.com/2010/06/lahan_kritis_akibat_pertambangan.jpg
Usaha pertambangan yang dilakukan berbentuk pertambangan tertutup dan pertambangan terbuka. Pertambangan terbuka adalah pertambangan yang dilakukan di atas permukaan tanah. Bentuk Pertambangan ini dapat mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya.

v  Kerusakan hutan akibat alam (natural disasters).
1. Kebakaran hutan Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan yang setiap tahun terjadi di Indonesia, bila musim kemarau berkepanjangan pada suatu daerah. Indonesia ditunding sebagai negara pengekspor asap kebakaran hutan ke negara-negara tetangga. Selain dapat memusnahkan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan fauna di sekitarnya, kebakaran hutan menghasilkan asap yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keselamatan penerbangan.
2. Letusan Gunung Berapi. Bencana alam gunung meletus merupakan suatu daya alam yang dapat merusak hutan dan habitat satwa liar bahkan memusnakan kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Gunung meletus adalah gejala vulkanis yaitu peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi. Magma adalah campuran batu-batuan dalam keadaan cair, liat serta sangat panas yang berada dalam perut bumi. Aktifitas magma disebabkan oleh tingginya suhu magma dan banyaknya gas yang terkandung di dalamnya sehingga dapat terjadi retakan-retakan dan pergeseran lempeng kulit bumi.
3. Naiknya air permukaan laut dan tsunami Permukaan air laut yang naik termasuk didalamnya bencana tsunami dapat mengakibatkan kerusakan hutan. Hutan-hutan di bagian pesisir menjadi rusak karena aktivitas alam ini. Walaupun hutan-hutan di pesisir dianggap suatu cara untuk mengurangi dampak kerusakan dari tsunami tetapi hutan tersebut juga ikut terkena dampaknya.
           

Dampak Kerusakan Hutan
 Dampak Kerusakan Hutan Kerugian dari kegiatan pengrusakan hutan mengakibatkan nyamuk berkembang sehingga angka korban yang terjangkit penyakit malaria melonjak,sebagaimana dikutip oleh peneliti Sarah Olson dari Universitas Wisconsin,Amerika Serikat dalam laporan penelitiannya di jurnal Emerging Infectious Diseases (2010).Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.Perusakan hutan juga membuat kasus malaria meningkat,berdasarkan data Kementerian Kesehatan Indonesia yang mengungkapkan,penyakit malaria di Indonesia masih merupakan penyakit menular dengan prevalensi terbesar, yakni 2,85. Kerusakan hutan juga menyebabkan rusaknya Daerah Tangkapan Air (DTA), berakibat kurangnya debit air dan berujung pada krisis air. Menurut Kasdi Subagyono dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Departemen Pertanian Bogor, Indonesia menduduki urutan ke 5 diantara negara-negara kaya air setelah Brazil, Rusia, China dan Kanada.Hal ini tercermin dari potensi ketersediaan air permukaan,terutama dari sungai, yang menurut catatan Departemen Pekerjaan Umum rata-rata 15.500 meter kubik perkapita pertahun, jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 600 meter kubik perkapita pertahun. Seperti halnya di Jawa Barat yang mengalami krisis air. Sebagai contoh, Waduk Ir. H. Juanda, Jatiluhur (Purwakarta) yang airnya berasal dari sungai Citarum yang seharusnya bisa mengairi sawah seluas 242.000 ha, pada tahun 2007 kemampuannya menurun karena rusaknya daerah tangkapan air (DTA). Menurut para ahli, daerah aliran sungai (DAS) Citarum yang luasnya 600.000 ha idealnya ditopang oleh 300.000 ha hutan yang fungsinya sebagai DTA. Fakta tersebut mendekati apa yang dilaporankan oleh Forum Air Dunia II (world Water Forum) di Den Haag pada Maret 2000 yang memprediksi, bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada tahun 2025. Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor.Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.      
             
v  Cara penanggulangannya
 Cara Mengatasi Kerusakan Hutan Keberadaan hutan sangat penting.Hutan merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Hutan juga merupakan penyeimbang alam dan paru-paru dunia.Saat ini jumlah hutan di dunia semakin berkurang.Manusia terus mengambil sumber daya yang ada dalam hutan. Bila hal ini dibiarkan terus maka hutan di dunia akan habis. Apa yang akan terjadi bila hutan habis? Bumi akan semakin panas dan tidak akan seimbang lagi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian hutan. Beberapa kawasan hutan ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung, cagar alam dan suaka margasatwa.Cara lain untuk melestarikan hutan seperti berikut ini:
a.   Tebang pilih Tebang pilih dilakukan dengan memilih tanaman yang akan ditebang. Dipilih yang sudah tua.Penebangannya juga harus diberi jarak. Tidak satu lokasi ditebang semua.
b.   Tebang tanam Tebang tanam artinya setelah dilakukan penebangan pohon di hutan selalu diiringi dengan penanaman pohon baru.Dengan demikian kelestarian hutan tetap terjaga.
c.   Mencegah penebangan liar Penebangan liar sering dikenal dengan istilah illegal logging.Saat ini kasus penebangan liar semakin parah.Hutan-hutan di negara kita semakin menyempit.Untuk itu pengawasan harus dilakukan secara ketat.
d.   Melakukan penghijauan Penghijauan atau reboisasi merupakan upaya penanaman kembali hutan yang sudah gundul. Luas lahan kritis diperkirakan meningkat rata-rata 400.000 ha/tahun jika tidak ada upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang memadai. Peningkatan luas lahan kritis terutama disebabkan oleh pengelolaan yang tidak benar,antara lain penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak disertai dengan usaha konservasi tanah dan air.Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif,lahan ini bersifat tandus, gundul,tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian,karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Sistem yang digunakan dalam melakukan rehabilitasi lahan kritis adalah dengan agroforestry yang mana partisipasi aktif masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga diharapkan masyarakat dapat menjaga kawasan hutan yang ada dan pendapatannya masyarakat juga meningkat.Metode agrofoerstry untuk untuk memulihkan lahan sudah berkembang di berbagai lokasi dan negara, Agroforestry adalah suatu metode penggunaan lahan secara oftimal,yang mengkombinasikan sitem-sistem produksi biologis yang berotasi pendek dan panjang (suatu kombinasi kombinasi produksi kehutanan dan produksi biologis lainnya) dengan suatu cara berdasarkan azas kelestarian,secara bersamaan atau berurutan,dalam kawasan hutan atau diluarnya,dengan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
• Cara Mencegah Kerusakan Hutan Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya,agar fungsi lindung,fungsi konservasi,dan fungsi produksi,tercapai secara optimal dan lestari.Ada 3 (tiga) bentuk perlindungan terhadap hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan yaitu: (1) perlindungan tanah hutan, (2) perlindungan hasil hutan,dan (3) perlindungan hasil hutan,terutama yang terkait dengan pemanfaatan hutan dan pemungutan hasil hutan. Berikut beberapa kegiatan perlindungan hutan yang bisa diterapkan langsung di lapangan:
A. Perlindungan Hutan Secara Preemtif Upaya preemtif adalah kegiatan dalam upaya penciptaan kondisi yang kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan.
B. Perlindungan Hutan Secara Preventif Kegiatan Preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan kawasan dan hasil hutan.
C. Pengamanan Hutan Secara Represif Adalah kegiatan penindakan dalam rangka penegakan hukum di mana situasi dan kondisi gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan cenderung terus berlangsung atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan penindakan terhadap pelakunya.
D. Pengendalian Penggembalaan Liar Pengendalian penggembalaan di hutan ditekankan pada pencegahannya dengan memberikan jalan keluar.Seperti contoh,Ada larangan masuknya ternak ke dalam hutan hanya sewaktu tanaman masih muda,dan apabila tajuk pohon sudah tidak dapat dicapai ternak maka penggembalaan ke dalam hutan diperbolehkan lagi.
E. Perlindungan Hutan dari Hama dan Penyakit Upaya perlindungan hutan dari hama serangga atau parasit yang bisa merusak ekosistem yang ada di hutan ataupun jenis tumbuhan yang ada disana.
F. Perlindungan Hutan dari Kebakaran Upaya-upaya dalam rangka mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh pembakaran liar dan meningkatnya suhu secara drastis (global warming).
Menurut saya cara penanggulangan atau pemulihan hutan dengan cara reboisasi, penanaman kembali hutan yang gundul. Selain itu pemerintah juga harus ikut berpartisipasi, harus ada sanksi yang memberatkan para penebang liar. Serta butuh kesadaran masing-masing individu untuk melestarikan hutan dan lingkungannya. Supaya anak cucu kita nanti bisa menikmati keindahan bumi yang kita cintai ini.
5.    Kesimpulan
jadi hal yang membuat hutan rusak itu adalah diri kita sendiri yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan tidak mempunyai rasa kecintaaan pada alam. Kita sebaiknya sadar akan pentingnya hutan untuk kehidupan. Reboisasi adalah salah satu cara untuk pemulihan hutan yang rusak. Serta kesadaran pada diri kita masing-masing untuk menjaga hutan dan lingkungan.


B.     Ekosistem Laut
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoVnDSs5PQIjue64mUjohNgv_5Gc7oavSJrHkFUqNAcDMGybbwHUgVoeUQptVKJn618LMdnnXSTtp6mAlyyVcHa8mluHIO47aCL2GfV9DI_t9En-_hbBf9Zx5TEEnmQQr9QY6gMwGAxos/s400/ekosistem-laut-2.jpg
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai laut yang luas, dengan potensi sumberdaya alam yang besar di dalamnya. Ekosistem Laut merupakan ekosistem yang letaknya di laut maupun pesisir pantai. Ekosistem laut dibedakan menjadi ekosistem laut dalam dan ekosistem laut dangkal.
1) Ekosistem Laut Dalam
Bila kita melihat laut yang warnanya biru tua, tentu kita mengetahuinya sebagai laut yang sangat dalam. Laut yang dalam sangat gelap tidak ada cahaya matahari. Cahaya matahari hanya dapat menembus air laut hingga kedalaman 20-30 meter. Lebih dalam dari itu cahaya matahari tidak dapat menembusnya. Di laut dalam cahaya matahari tidak dapat menembus atau tidak sampai ke dasar laut. Daerah ini disebut daerah afotik.
ini berarti bahwa di laut tidak terjadi fotosintesis. Kadar oksigennya juga rendah. Di daerah demikian itu tidak terdapat produser yang fotoautotrof. Yang terdapat hanyalah organisme heterotrof yang mengandalkan jatuhnya sisa-sisa organik dari lapisan diatasnya. Jadi, di laut dalam terdapat detritivor dan scavanger. Keanekaragaman hayatinya rendah. Jika tidak ada arus laut yang “mengaduk”, daur mater di dalam laut dalam merupakan daur yang terputus. Semua makanan yang masuk ke laut dalam akhirnya diurai dan diendapkan di dasar laut, jadi, dilaut dalam terdapat zat-zat organik yang lebih kaya dibandingkan dengan di laut dangkal.
2) Ekosistem Laut Dangkal
Sedangkan di pesisir pantai kita dapat menikmati keindahan alam yang ada, serta dapat berrekreasi dengan wisata pantai, seperti berenang, berperahu, memancing dan aktivitas lainnya. Daerah ini merupakan daerah laut yang dangkal, banyak aktivitas di dalamnya. Laut dangkal merupakan daerah fotik, yang berarti daerah yang dapat dicapai oleh cahaya matahari. Di daerah ini berlangsung proses fotosintesis. Produser yang berperan adalah fitoplankton dan gangang laut mikroskopis. Kadar oksigen di daerah ini lebih tinggi dari pada di daerah afotik di laut dalam. Oleh sebab itu, daerah yang demikian memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Contoh ekosistem laut dangkal adalah ekosistem terumbu karang, ekosistem pantai batu, dan ekosistem pantai lumpur.

  Kerusakan laut yang saat ini sedang mengalami krisis kerusakan, yang sedang Indonesia alami saat ini.

 

Bentuk-bentuk Kerusakan Laut

Berbagai macam kerusakan yang ada di lingkungan laut, banyak yang menyebut bahwa laut kita sedang sakit. Laut yang pernah dianggap begitu luas serta mempunyai kekayaan melimpah yang tidak akan habis untuk selama-lamanya, ternyata mempunyai kemampuan terbatas pula. Maka dari itu, keberadaan laut harus mendapat perhatian dari kita semua agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan.

 

1.      Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5xztQZFwger4gAv1X1FWwWD0iyixbHiMQP_dMzbWVlrqlFD7hFDCGu4uddq7Zjzipxfi5CCvceZxdSOg8apPJjErvh9Pq4xIoPwZRwQIFEBglq-ACHQ0YvxNdRq2QDk7BH5OVlJsQbz16/s1600/bom+ikan.jpg

Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.
Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya (Hamid, 2007). Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya, nelayan masih tetap menggunakan bahan peledak didalam melakukan kegiatan penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cendrung lebih besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses penangkapan tergolong mudah.

 

2.      Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun


http://assets.myedisi.com/mt/article/indonesia-maritime-magazine-artikel_8pVpJ6uLpK.jpg
Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup. Hasil yang diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih hidup kan tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan besar dan kecil menjadi mabuk dan mati.
Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati. Indikatornya adalah karang mati

3.      Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA0Vx0lFUu9-p7Zl77U57Wl5qPc4Am6NPC4gLf8s5_8QB_gHVp-y_7tF1W3ZiI4BL7U3piDQspDM4q39HfSZHExrXE6Zv-vMzy3xe5ema-WnTst80HenvI6Bgc7zTWo6J2mlv2GMUwKdY/s320/alat+tangkap.jpg
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yang

umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.

     Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah manusia itu dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas lingkungan laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya laut yang tidak mempertimbangkan kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera dihindari sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut yang rusak.

Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan. Akibat memakai pukat harimau terus menerus menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jarring. Jarring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.

 

             Kondisi Laut

    Saat ini kondisi kelestarian hayati (biota) laut Indonesia menghadapi ancaman serius. Bahkan sebagian diantaranya telah mendekati ke punahan akibat pencemaran dan perusakan alam lingkungan laut. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun lembaga-lembaga internasional, namun tetap tak mampu mencegah degradasi kualitas lingkungan perairan laut. Secara normatif “Perusakan Lingkungan” diartikan sebagai segala tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.



A.    Terumbu Karang dan Fungsinya
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIEJAx-35HYgJbfsB-EW2hpxLA3jNvPVRhU_gl0tuVh1kkqa3g3BTaNviOl9aumXcdakQ0rDEDRFWBU_lAM8RMGHaNJdrlnz0XZMr_w-WQ0t7sosp-ZJEEeqnIe7YnbsqoFioYLqYGVX4/s1600/Terumbu_Karang_Web.jpg
  Terumbu karang atau coral reefs merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat diperairan dangkal yang jernih, hangat, memiliki kadar Kalsium, Karbonat tinggi dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsim karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan Kalsium.
           
               Terumbu karang mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan laut, yaitu sebagai berikut :
1.      Sebagai Spawning Ground. Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi bermacam spesies laut untuk melakukan pemijahan, penelusuran, pembesaran anak, makan dan mencari makan feeding & foraging, terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis.
2.      Sebagai pelindung pantai, dan ekosistim pesisir lain padang lamun dan hutan mangrove dari terjangan arus kuat dan gelombang besar.
                       
                    











            Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
         
http://tourismnews.co.id/uploads/post/inilah-penyebab-rusaknya-terumbu-karang-di-indonesia1.JPG
Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang diantaranya sebagai berikut :
a.       Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak perusakan habitat dan kematin massal hewan terumbu karang.
b.      Pembuangan limbah panas, meningkatnya suhu air 5-10 derajat celcius diatas suhu ambien, dapat mematikan karang dan biota lainnya.
c.       Pengundulan hutan di lahan atas sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigan ke dalam polib.
d.       Pengerukan disekitar terumbu karang meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang.
e.       Penangkapan ikan dengan bahan peledak mematikan ikan tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang.
                  
                   Upaya-upaya Dalam Menanggulangi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
              Dalam menanggulangi permasalahan kerusakan terumbu karang yang ada sehingga tidak berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang berdampak lebih besar lagi, maka diperlukan solusi yang tepat untuk menekan terjadinya hal tersebut seperti :
1.      Peningkatan kesadaran masyarakat dan nelayan akan bahaya yang ditimbulkan dari kerusakan terumbu karang.
2.      Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat dan nelayan tentang terumbu karang.
3.      Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4.      Membuat alternatif habitat untuk mengatasi karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karang alami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5.      Mencari akar-akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan mencarikan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
6.      Melakukan penegakan hukum mengenai terumbu karang khususnya dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.
                  
                    Adapun hal-hal yang harus dilakukan masyarakat dan nelayan dalam mengantisipasi kerusakan terumbu karang yang semakin parah, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.      Tidak membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut.
2.      Tidak menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang.
3.      Tidak melakukan pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dibuang ke laut.
4.      Tidak melakukan pembangunan pemukiman di area sekitar terumbu karang.
5.      Tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah seperti pemakaian bom ikan.

Selain itu, adapun upaya yang dilakukan yakni dengan melibatkan masyarakat untuk bekerja sama dalam menanggulangi kerusakan ekosistem terumbu karang. Yakni masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah tersebut.